Yang tak kan terlupakan

Friday, 19 March 2010

" Meski dicurangi, Kostrad Kalahkan Ranger Malaysia ! "

Malaysia adalah contoh kasus ringan. Jiran itu memang agak menyepelekan kita karena kenyataannya rakyat kita menjadi budak mereka (TKI/TKW). Ditambah kenyataan bahwa di jaman "Ganyang Malaysia" doeloe, kita yang banyak berkoar-koar, tetapi kita pula yg kalah. Dua personil KKO (kini Marinir) kita, Oesman dan Haroen tertangkap dan digantung. Saya dapat cerita langsung dari paman saya yg pada saat itu dalam kompi yg sama. Bang Ali Sadikin, bosnya KKO mengultimatum akan menenggelamkan pulau Singapura. Sayangnya belum sempat terwujud, keburu Orde Lama tumbang oleh Soeharto yg kemudian bersahabat dengan Malaysia. Semasa Orba, KKO, pasukan super elite didikan UniSovyet yg sebenarnya paling disegani oleh jiran-jiran seputar kita, kekuatannya terkesan makin surut seirama dengan semakin mencuatnya RPKAD yang akhirnya menjadi Kopassus menggantikan posisi super elite, setidaknya membuat jiran-jiran kita, terutama Malaysia, semakin merasa aman. Lagipula, Malaysia, sebagai negara sekemakmuran Inggeris, tentu yakin akan mendapat "backup" bila terancam.

Selain itu, kian hari Malaysia kian mengerti bahwa ternyata Orba adalah pemerintah kotor yg penuh KKN. Jika seorang petinggi militer bisa memiliki harta puluhan bahkan raturan milyar, apakah dia masih sanggup mengangkat senjata di medan perang? Nah yg gini ini mereka tahu. Sori ini bukan khayalan. Saya sering di Malaysia, dan kalimat-kalimat seperti itu sering terlontar oleh mulut mereka saat berkelakar. Ditambah lagi modernisasi persenjataan yg bukan rahasia umum lagi, kita ketinggalan. Situasi semacam ini semakin membuat mereka tidak hanya tidak takut, tapi juga gatel ingin menjajal.




Tetapi saya yakin, selama kita masih memiliki orang2 idealis radikal seperti Pak Arman dkk, negeri ini pasti bangkit. Kita memiliki sejumlah bukti empiris. Kekalahan Saylendera yg ludes dibabat Sanjaya ternyata memicu Balaputera Dewa turun tangan yg akhirnya malah bangkit menjadi Sriwijaya yang mampu menguasai hampir separo Nusantara. Kehancuran Tumapel oleh keculasan dan ketidakbecusan Tunggul Ametung ternyata memicu Ken Arok turun tangan yg malah akhirnya menjadi negara besar Singasari. Kekacauan dan kebobrokan Singasari setelah Kertanegara dikudeta oleh Jayakatong malah memicu Raden Wijaya turun tangan yg akhirnya malah menjadi Majapahit yg membentang melebihi Nusantara, dari Madagaskar sampai Papua Nugini. Demikian pula dengan Panembahan Senopati yg dipicu oleh kekacauan pemerintah Pajang.

Bukti lain yg kontradiktif adalah kerajaan Mataram di era akhir abad 19. Kala itu kekacauan Mataram makin hari makin parah karena gerilya "devide et impera" Belanda yg ingin menguasai Nusantara. Belanda memang sudah menguasai beberapa daerah di luar Jawa. Tetapi di Jawa mereka tidak berani duel fisik lawan tentara Mataram. Yg mereka lakukan hanya adudomba dan pembobrokan moral, hingga pada saatnya, yaitu pada tahun 1870, Belanda berhasil mengkondisikan Sunan Amangkurat I untuk menandatangani pernyataan "dijajah" oleh Pemerintah Nederland, dan sejak itu Mataram resmi menjadi jajahan Belanda. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena saat itu tidak muncul orang-orang idealis radikal seperti Balaputera, Ken Arok, R Wijaya dan Panembahan Senopati. Memang sempat ada, yaitu Pangeran Diponegoro pada tahun 1825. Tetapi karena kelihaian Belanda, akhirnya Diponegoro dianggap pembrontak melawan kerajaan dan diburu oleh Belanda atas perintah kerajaan. Itulah rahasia kemenangan Belanda yg murni karena kelicikannya, termasuk memalsukan sejarah. Menjajah 70 tahun (1870-1940) ditulis 350 tahun. Di awal kehadirannya yg hanya puluhan pedagang gembel culas yg dinahkodai Jan Peter Soen Koon dikisahkan mampu mengalahkan tentara Mataram semasa Sultan Agung Hanyokrokusumo yg lagi kuat-kuatnya. Ya nggak mungkin lah... karena mereka kan mangkal di Jakarta yg pada saat itu termasuk wilayah kerajaan Banten. Apa perlunya Sultan Agung menyerang? Lagipula kan harus melalui kerajaan Cirebon yg juga perlu passport dan visa. Semua itu adalah kebohongan demi untuk menjatuhkan moral/mental kita sebagai bangsa yg "keokan". Maaf kalo saya salah, karena saya bukan guru/ahli sejarah. Untunglah memasuki abad 20 Allah berkenan menghadirkan kembali orang-orang idealis radikal seperti Soekarno, Hatta dkk

Dari bukti-bukti empiris di atas, saya menyimpulkan (sementara), bahwa kita pasti bangkit, karena kita punya orang-orang idealis radikal. Anggap saja kasus Malaysia dan terorisme sebagai trigger. Selama orang-orang idealis radikal ini tidak mengenal lelah dan putus asa dalam menyerukan idealismenya, suatu hari kelak akan membentuk suatu kekuatan yg solid. Orang-orang inilah yg diharapkan terus-menerus menyerukan agar kita tidak kehilangan jatidiri, agar karya kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri, agar budaya dan tradisi kita menjadi maskot di negeri sendiri. Agar kita yg memiliki bakat dan kemampuan mendapat tempat di negeri sendiri. Agar para pengajar dan pendidik memberi keteladanan yg semestinya, dll, dst. Jika sudah demikian, tidak ada lagi tempat buat teroris bersembunyi, karena tidak ada lagi makluk tak bermoral yg sanggup menjadi mertua, teman, murid apalagi pengikut teroris.

Masalah dg Malaysia juga sederhana. Bagaimana caranya bangsa kita tidak mengemis kerjaan disana? Kita memiliki puluhan bahkan mungkin ratusan insinyur kreatif yg karyanya terbukti mampu menyaingi produk dari korporasi di negara maju. Namun saat ini mereka terlunta-lunta. Sebagian menjadi kuli di luar negeri. Sebagian lagi masih ngotot berkutet berkarya di dalam negeri meskipun harus hidup jauh di bawah garis kelayakan jika diukur dari tingkat keahliannya. Mereka ini adalah senjata yang diabaikan. Memang sulit mengharap dukungan pemerintah untuk menghimpun dan memberdayakan mereka. Karena pemerintah dari jaman sepur lempung hingga hari ini senengnya formalitas. Kemampuan seseorang diukur dari titel formalnya. Meskipun hanya mampu menghembuskan "abab busuk" kalo bertitel DR atau PhD akan diakui sebagai ahli. Tetapi "insinyur sejati" yg benar-benar terbukti kemampuannya di lapangan, nggak akan dilihat sebelah mata karena hanya S1 atau D3.

Publik pun tidak bisa diharapkan dukungannya dg mudah. Karena publik mayoritas memiliki paradigma berpikir yg sama dg para pejabat pemerintah. Publik hanya melihat S3 dan S2-nya saja tanpa tahu apa saja yg bisa dia lakukan dan tangisan seperti apa yg dia lakukan dulu saat berharap kelulusan. Yg kita harapkan adalah antar sesama mereka sendiri bertemu atau dipertemukan sehingga menjadi kekuatan sederap bagaikan sinar X untuk melibas keadaan dengan berbagai demonstrasi yg menakjubkan` di bidangnya masing-masing. Dengan demikian diharapkan publik bisa terpengaruh sehingga sentimen pasar lokal bisa memihak. Kalo sudah begini, dengan atau tanpa dukungan pemerintah, aktivitas ekonomi pasti meningkat. Semua ini akan menjadi semacam rekomendasi bagi pasar luar untuk menerimanya dan akan semakin baik pengaruhnya bagi perekonomian kita... hingga diujungnya adalah terwujudnya kemakmuran seperti yang dicita-citakan oleh para pahlawan kita. Jika kita sudah makmur, maka tidak ada lagi yg datang ke Malaysia untuk menjadi "bedinde" atau "kacung". Minimal seperti saya, datang kesana untuk menyelesaikan masalah teknologi yg tidak bisa mereka tangani atau mengajar mereka. Tentu Malaysia tidak akan berani menyepelekan kita lagi.

0 komentar:

Post a Comment